Sabtu, 21 Februari 2009

Penting Menengok Sejarah

Indonesia dewasa ini sedang mengalami permasalahan yang memang sudah sangat akut. Bahkan banyak ahli menyebutnya dengan istilah krisis multi-dimensi. Dengan demikian, betapapun tidak mudah untuk menemukan solusi dari kompleksitas permasalahan yang saling terkait antar satu dengan yang lain, layaknya akar rhizome.
Krisis multi-dimensi itu membuat bangsa ini mengalami penderitaan yang teramat. Kualitas SDM tak mampu bersaing, rakyat miskin semakin miskin, konflik sosial terjadi diberbagai golongan masyarakat, merebaknya pengangguran, banyaknya anak yang putus sekolah, serta penurunan indeks pembangunan manusia. Keadaan ini diperparah dengan tindakan oknum pemerintah yang tidak mencerminkan seorang pemipin, korupsi hampir disetiap instansi, kebijakannya tak berpihak pada rakyat.

Betapa menyakitkannya, bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya, kini bagai macan kehilangan taringnya. Dua ratus juta lebih penduduk yang menghuni pelbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke, seolah tak berdaya kala diterpa prahara. Bahkan yang paling menyedihkan, betapa para elite politik yang sangat berperan sebagai para pembuat kebijakan (desicion-makers) itu seolah tidak menyadari akan bobroknya SDM bangsa yang besar ini.
Akhirnya realitas tetap bicara dengan sejujurnya meski disukai atau tidak, disadari atau tidak kenyataannya, negeri ini kini tengah diterpa krisis dari pelbagai segi. Kepiluan yang menyeruak dari relung emosi, rasa-rasanya takkan menyudahi semuanya. Negeri ini butuh solusi yang reasonable, bukan impian sebatas mitologi.
Kualitas SDM negri ini yang jauh kalah dibanding negara maju, sehingga dalam kenyataan sejarah indonesia mengalami ketragisan penjajahan bekanda dan jepang. Namun, ketragisan itu seakan tidak pernah berubah meskipun kita telah 64 tahun menghirup udara kemerdekaan. Bahkan kini sebagian rakyat merasakan bentuk penjajahan dalam model yang terbaru, dijajah bangsa sendiri.. setelah tiga puluh dua tahun terkungkung dalam kekuatan orde baru, dan kini hampir sebelas tahun reformasi tidak memberikan titik terang.
Bangsa ini boleh jadi memang tidak pernah belajar dari sejarah. Segala bentuk peristiwa sejarah yang sesungguhnya dapat membentuk pemahaman akan sebuah hukum sejarah, sepertinya belum pula berbekas. Mungkin informasi dari khazanah sejarah itu hanya dijadikan sebuah pengetahuan tanpa adanya analisis untuk perbaikan kedepan atau bisa jadi hanya diterima oleh telinga kiri dan keluar lewat telinga sebelah kanan.
Walau bagaimanapun, tanpa referensi sejarah, sesungguhnya bangsa ini akan sangat kesulitan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sejarah adalah rentetan peristiwa yang terus berubah dari satu kondisi ke kondisi yang lain dengan saling berhubungan (kausalitas) secara rasional. Terdapat dinamika dan karena itu membentuk memori untuk dijadikan pelajaran.
Betapa pentingnya sejarah bagi kita bangsa ini, walau tidak jarang posisinya ter-degradir dalam mitologi yang dogmatis. Akhirnya, khazanah sejarah itu bukannya dijadikan sebagai pijakan menuju kehidupan bangsa yang lebih arif, bijaksana, dan sejahtera, sebaliknya dijadikan perbandingan demi menutupi masa kini yang kelam.
Apabila rentetan kejadian masa lalu/peritiwa sejarah itu sengaja dipahami sebagai sebuah realitas di masa lalu, tentu kita akan mampu mengkajinya, meng-evaluasi serta mengambil jarak darinya demi menyongsong masa depan penuh dengan harapan yang lebih baik. Sungguh, sejarah itu merupakan guru dan pelajaran yang terbaik bagi bangsa ini.
Dengan demikian, realitas bangsa yang lemah di masa lalu merupakan referensi faktual agar bangsa ini tidak lagi salah mengambil jalan. Kelemahan itu sesungguhnya dilatar-belakangi oleh rapuhnya infra-struktur bangsa, terutama yang menyangkut kualitas SDM.
Bila kita melihat sejarah zaman penjajahan, sesungguhnya kondisi itu tercipta karena lemahnya SDM bangsa. Bahkan bila ditarik lebih dekat, kondisi yang belum membaik beberapa tahun ini semakin menguatkan teori bahwa SDM kita masih jauh untuk dikatakan berkualitas.
Dengan mengambil pelajaran dari masa lalu, bahwa lemahnya SDM disebabkan infra sturktur yang tidak memadai maka untuk saat sudah saatnya infrastuktur ditingkatkan. Maka, jelaslah sudah bahwa langkah awal yang patut ditempuh oleh bangsa ini adalah secara visioner mulai peduli dengan pendidikan yang akan membentuk SDM yang berkulitas. Sungguh, bagai mimpi di siang bolong ketika perubahan tidak ditopang oleh pembentukkan infra-struktur berupa SDM yang berkualitas.
Untuk memulai visi tersebut peminpinlah yang pertama berperan. Dengan itu mudah-mudahan Pemilihan Umum yang akan dilaksanan dalam hitungan hari lagi akan menghasilkan peminpin yang benar-benar mempunyai visi memperbaiki infra-struktur.

Penulis,
Mahasiswa Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), UPI

Indonesia dewasa ini sedang mengalami permasalahan yang memang sudah sangat akut. Bahkan banyak ahli menyebutnya dengan istilah krisis multi-dimensi. Dengan demikian, betapapun tidak mudah untuk menemukan solusi dari kompleksitas permasalahan yang saling terkait antar satu dengan yang lain, layaknya akar rhizome.
Krisis multi-dimensi itu membuat bangsa ini mengalami penderitaan yang teramat. Kualitas SDM tak mampu bersaing, rakyat miskin semakin miskin, konflik sosial terjadi diberbagai golongan masyarakat, merebaknya pengangguran, banyaknya anak yang putus sekolah, serta penurunan indeks pembangunan manusia. Keadaan ini diperparah dengan tindakan oknum pemerintah yang tidak mencerminkan seorang pemipin, korupsi hampir disetiap instansi, kebijakannya tak berpihak pada rakyat.

Betapa menyakitkannya, bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya, kini bagai macan kehilangan taringnya. Dua ratus juta lebih penduduk yang menghuni pelbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke, seolah tak berdaya kala diterpa prahara. Bahkan yang paling menyedihkan, betapa para elite politik yang sangat berperan sebagai para pembuat kebijakan (desicion-makers) itu seolah tidak menyadari akan bobroknya SDM bangsa yang besar ini.
Akhirnya realitas tetap bicara dengan sejujurnya meski disukai atau tidak, disadari atau tidak kenyataannya, negeri ini kini tengah diterpa krisis dari pelbagai segi. Kepiluan yang menyeruak dari relung emosi, rasa-rasanya takkan menyudahi semuanya. Negeri ini butuh solusi yang reasonable, bukan impian sebatas mitologi.
Kualitas SDM negri ini yang jauh kalah dibanding negara maju, sehingga dalam kenyataan sejarah indonesia mengalami ketragisan penjajahan bekanda dan jepang. Namun, ketragisan itu seakan tidak pernah berubah meskipun kita telah 64 tahun menghirup udara kemerdekaan. Bahkan kini sebagian rakyat merasakan bentuk penjajahan dalam model yang terbaru, dijajah bangsa sendiri.. setelah tiga puluh dua tahun terkungkung dalam kekuatan orde baru, dan kini hampir sebelas tahun reformasi tidak memberikan titik terang.
Bangsa ini boleh jadi memang tidak pernah belajar dari sejarah. Segala bentuk peristiwa sejarah yang sesungguhnya dapat membentuk pemahaman akan sebuah hukum sejarah, sepertinya belum pula berbekas. Mungkin informasi dari khazanah sejarah itu hanya dijadikan sebuah pengetahuan tanpa adanya analisis untuk perbaikan kedepan atau bisa jadi hanya diterima oleh telinga kiri dan keluar lewat telinga sebelah kanan.
Walau bagaimanapun, tanpa referensi sejarah, sesungguhnya bangsa ini akan sangat kesulitan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sejarah adalah rentetan peristiwa yang terus berubah dari satu kondisi ke kondisi yang lain dengan saling berhubungan (kausalitas) secara rasional. Terdapat dinamika dan karena itu membentuk memori untuk dijadikan pelajaran.
Betapa pentingnya sejarah bagi kita bangsa ini, walau tidak jarang posisinya ter-degradir dalam mitologi yang dogmatis. Akhirnya, khazanah sejarah itu bukannya dijadikan sebagai pijakan menuju kehidupan bangsa yang lebih arif, bijaksana, dan sejahtera, sebaliknya dijadikan perbandingan demi menutupi masa kini yang kelam.
Apabila rentetan kejadian masa lalu/peritiwa sejarah itu sengaja dipahami sebagai sebuah realitas di masa lalu, tentu kita akan mampu mengkajinya, meng-evaluasi serta mengambil jarak darinya demi menyongsong masa depan penuh dengan harapan yang lebih baik. Sungguh, sejarah itu merupakan guru dan pelajaran yang terbaik bagi bangsa ini.
Dengan demikian, realitas bangsa yang lemah di masa lalu merupakan referensi faktual agar bangsa ini tidak lagi salah mengambil jalan. Kelemahan itu sesungguhnya dilatar-belakangi oleh rapuhnya infra-struktur bangsa, terutama yang menyangkut kualitas SDM.
Bila kita melihat sejarah zaman penjajahan, sesungguhnya kondisi itu tercipta karena lemahnya SDM bangsa. Bahkan bila ditarik lebih dekat, kondisi yang belum membaik beberapa tahun ini semakin menguatkan teori bahwa SDM kita masih jauh untuk dikatakan berkualitas.
Dengan mengambil pelajaran dari masa lalu, bahwa lemahnya SDM disebabkan infra sturktur yang tidak memadai maka untuk saat sudah saatnya infrastuktur ditingkatkan. Maka, jelaslah sudah bahwa langkah awal yang patut ditempuh oleh bangsa ini adalah secara visioner mulai peduli dengan pendidikan yang akan membentuk SDM yang berkulitas. Sungguh, bagai mimpi di siang bolong ketika perubahan tidak ditopang oleh pembentukkan infra-struktur berupa SDM yang berkualitas.
Untuk memulai visi tersebut peminpinlah yang pertama berperan. Dengan itu mudah-mudahan Pemilihan Umum yang akan dilaksanan dalam hitungan hari lagi akan menghasilkan peminpin yang benar-benar mempunyai visi memperbaiki infra-struktur.

Penulis,
Mahasiswa Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), UPI

Read More......